Hidupku dalam Tulisan

tentang aku, kamu, dia dan juga mereka

Dharko “Si Ambisionis”

hei hei hei . . .
kali ini aku punya cerita yang menggambarkan seseorang yang sangat ambisius dengan segala mimpinya, dengan latar belakang kehidupan putih Abu-abu. hhhhmmmmm.. . . Alur dari cerita diambil dari kisah nyata yang pernah aku alami sendiri. Terima kasih kawan-kawanku IPA3 yang telah memberikan sebuah semangat dan kenangan yang manis . .


Dharko “Si Ambisionis”

Dharko, ketua kelas dari Dua belas IPA3 yang cukup dikenal oleh teman sesekolah hingga para guru, bener-bener orangnya sangat bersahabat dan terakhir dia pede abis.
Aku tahu dia memang keren dan serba kecukupan. Otaknya lumayan pintar, malah selalu 5 besar ranking kelas. Olahraga? Weits… Jangan salah. Dia jago bela diri, dia pegang sabuk coklat karate dan sekarang dia sabuk biru  taekwondo. Oke, aku akui dia memang punya banyak kelebihan yang diidam-idamkan oleh banyak orang. Tapi yang menjadi nilai minus yaitu sifat sifat tak mau mengalahnya.
Rata-rata kawan yang dekatnya sudah faham dengan sifatnya, kalau ada yang salah dari temannya pasti dia langsung protes, perfectsionis menjadi kepribadiannya. Tapi dia orang nya bertanggung jawab kok, buktinya dia jadi ketua kelas selama 2 periode dan para guru gak pernah komplain.
Sebagai teman sebangkunya selama 2 tahun di SMA tentu aku sudah hafal mengenai dirinya, dari mulai gaya berpakaian hingga ciri khas tulisan Dharko. Banyak hal yang bisa aku inget. Yang paling berkesan dari dirinya adalah kegigihannya dalam menggapai mimpi, pantang menyerah dan pasti apapun dia lakuin tuk melancarkan jalan impiannya itu. Nah  begini singkat cerita kehidupan SMA nya.
***
“Wati, lanjut kemana kalo lulus SMA nanti? Share donk ma aku sekalian cari referensi universitas yang oke buat masa depan, lagian ni waktu boring amat guru ga datang-datang.”
Sebuah tanya membuka percakapan antara Dharko dan Wati, mengisyaratkan bahwa ada ketertarikan kepada Wati yang dikenal cukup pendiam dan pintar di kelas, meskipun Dharko tak pernah bercerita tentang kisah cintanya pada sahabat sebangkunya.
“Eh, iya pak ketua. Aku belum tahu pasti mau nerusin kuliah atau cari kerja. Jelas aku niat kuliah, pilih yang deket aja UNS ngambil farmasi, tapi tau sendiri kan kalo ortu ku belum tentu punya uang cukup tuk ngebiayain kuliah. Kalo kerja, mungkin aku Cuma ngikut ortu mau dikemanain aku ini.”
Jawaban Wati yang begitu terbuka kepada Dharko, membuat Dharko mangguk-mangguk. Dan aku yang duduk di meja bersebelahan dengannya hanya diam memperhatikan mereka berdua.
            “Owh gitu, kamu kan pintar coba aja lewat jalur bidik misi. Pasti kamu ketrima di UNS.”
Emang dharko itu specchless, ngomong aja sulit amat. Datar banget, tapi kalau pidato di depan kelas di jagonya. Tiba-tiba guru datang untuk mengisi pelajaran bahasa inggris. Aku dan Dharko lompat katak melewati meja tuk kembali ke meja kami.
“Dharko, emang ngapain kamu tanya gituan ma Wati? Padahal kamu jarang ngajak omongan dia. Jangan-jangan ada sesuatu nie?”
“Eiih biasa aja kalee! Aku Cuma mau ngajak omong aja, gak da yang lain kok. By the way, kita kan gak mungkin selamanya bersama, kita itu mau lulus SMA, temen-temen punya mimpi yang harus dicapai. Pa boleh kalo aku mau ngungkapin sesuatu ma seseorang? Aku pengen punya kenangan yang lebih di kelas IPA 3 ini Tem.”
‘Item’, ya begitulah dia memanggilku. Emang gara-gara kulitku item aku dipanggil demikian.
“Jadi benar jika kamu ada rasa dengan Wati ya? Aku udah tahu kok dari bahasa dan perhatian kamu ama dia. Jujur aku salut ma kamu, hampir 2 tahun kamu bisa tahan gak ngungkapin perasaan mu padanya, padahal sakit bukan?”
“Emang kamu sahabatku bener, Cuma merhatiin polah ku aja udah tahu perasaan ku. Sakit bener rasanya, kayak nya bentar lagi mau meledak. Udah gak tahan ini Tem.”
“Ledakin aja! Biar kamu plong, bentar lagi kan Ujian Akhir Nasional. Kamu harus fokus belajar gak boleh mikirin cewe dulu.”
“Hah! Jangan sekarang donk, butuh proses ni! Tunggu tanggal mainnya aja, aku kan nembak dia. Aku janji! Terus kamu gimana? Denger-denger suka ma juara kelas sebelah?”
“Ah biarin, kamu ga asyeeek!!”
Setelah pelajaran matematika diselingi guyonan dengan Dharko, Anto, dan Tyo, mebahas hal cita-cita selanjutnya setelah lulus sekolah. Anto jago matematika berkeinginan kuliah di jurusan Bahasa Inggris, lalu Tyo akan melanjutkan ke sains fisika, kemudian aku dan Dharko berkeinginan masuk teknik Informatika. Ditengah pembicaraan yang begitu riuh. Adi datang.
“Hei! Ayo futsal. Dah lama gak gerak ni badan, kaki gatel pengen nendang bola. Entar pulang sekolah bisa ga?”
“Ayo tah! Lawan sapa? IPA2 bisa ga ya?” celetuk Dharko.
Datang kemudian Mawan dan Dika yang ikut bergabung membahas futsal. Keduanya juga ngedukung futsal nanti sore. Bahkan Mawan telah menyiapkan HP tuk ngajak IPA2 bertanding. Mawan juga yang mengajak para cewe’ untuk menjadi supporter.

***

Keesokan harinya aku sendirian duduk termenung di depan kelas, dikejutkan karena panggilan Dharko.
“Hei War, ngapain kamu bengong ? kurang kejaan amat, tuh Nur lagi sendirian depan kelas, gak kamu samperin? Peluang tuh Sob!”
“Apaan sih, aku ga berani ngungkapin perasaanku, deket aja aku ngerasa kikuk, kaya ada biji kedondong di tenggorokan. Eh kamu ceria banget sih? Pedahal kemarin kalah futsal.”
“Hehe. . Bukan karena futsal, aku udah punya pacar hlo!!” (dengan senyum yang meledek)
“Hah! Dengan sapa? Wati? Wah gila, kapan nembak nya?”
“Kemaren sepulang futsal, aku cegat dia di depan SMP 3. Lagipula Yanti sahabatnya juga udah tau kok, kemaren kan dia yang boncengin Wati. Dialah saksi jadian aku ma Wati. Udah lega rasanya, yang penting 1 target udah aku genggam.”
“Selamat ya! Rencana terus ngapain Dhar? Target udah kegenggap satu, yang laen apa?”
“Iya makasih, aku punya target satu lagi. setelah lulus SMA, aku mau masuk teknik Informatika di Istitut Teknik Sepuluh November Surabaya. Salah satu dari lima kampus tertua di indonesia.”
“Wah target mu tinggi banget. Aku juga berniat masuk Teknik Informatika, tapi yang deket aja yakni UNS. Emang kalau mau ke universitas negeri susah, banyak saingannya, kalau aku sih seandainya ga lolos SNMPTN aku mau nyoba SPMB D3 aja di UNS. Ga perlu jauh-jauh.”
“Huff. .”
Mendadak bel tanda masuk kelas berbunyi, aku dan Dharko masuk kelas dengan tergesa-gesa karena tas masih di punggung dan PR belum terselesaikan.

***
Menuju Ujian Nasional, kami mempersiapkan diri dengan belajar tiap sore, baik berkelompok maupun bersama dengan bimbingan Guru mapel. Cowo’ di kelas sedikit kurang percaya diri dengan kemampuannya, meski kami telah ditempa dengan berbagai soal latihan dan try out beberapa kali. Di suatu kesempatan sebelum Guru masuk, para cowo ngumpul di teras kelas, mereka berbincang-bincang mengenai persiapan UN.
“Gimana ni UN tinggal 5 hari lagi? Aku belum siap ngadepin nya.” Oman yang biasanya santai di kelas kini berubah cemas dengan keadaan sekarang, yang menurutnya kurang mampu mengerjakan soal-soal UN.
“Iya ni, aku juga belum siap.” Kata Dharko dengan cepat.
“Waduh, kalau kamu belum siap, gimana aku. Kita kan ranking nya dibawah kamu!” begitu pula kata Dika nyahut.
Dharko dengan mengacungkan jarinya, “Nah aku punya ide nih, tapi beresiko juga. Gimana kalau kita bawa HP di kelas nanti, kan bisa sms’an kirim jawaban dan kita mungkin bisa dapat jawaban dari SMANSA. Gimana?”
“Oke! Aku setuju ma kamu Dhar. Pasti kalian juga ngikut kan?” Mawan dengan lugas menjawab.
Anto yang paling logis dan sedikit pendiam bicara, “Kalian bawa HP sih gak masalah, tapi aku takut kalalu ketahuan, tapi kalau tanya nanti aku bantu deh, tentunya ga lewat HP ya!”
“Yups!! Berarti kita semua bawa HP kecuali Anto ya. Semoga lulus dengan nilai terbaik!!!” teriak Adi.
“Amin…!!” menjawab dengan kompak.

***

bersambung
Read More >>

Twitter

 

About Me

My Photo
gama
aku hanya Gama
View my complete profile